Pernah nggak sih kamu merasa curiga sama pasangan padahal nggak ada alasan yang jelas? Atau tiba-tiba overthinking karena dia lama bales chat? Nah, kalau iya, bisa jadi kamu lagi berhadapan dengan yang namanya trust issue dalam hubungan.

Gue pernah, dan itu bukan pengalaman yang menyenangkan. Rasanya kayak dihantui terus. Bahkan ketika hubungan udah berjalan baik-baik aja, tetap aja ada suara kecil di kepala bilang, “Yakin dia jujur?” Padahal dia nggak kasih alasan buat dicurigain. Tapi, trust issue ini emang bisa segitu kuatnya ngacak-ngacak perasaan dan bikin kita merusak hubungan yang sebenarnya sehat.

Masalahnya, banyak orang nggak sadar kalau mereka punya trust issue. Dan lebih parah lagi, mereka nyalahin pasangan, padahal akarnya ada di dalam diri sendiri. Di artikel ini, kita bakal ngobrol santai tapi mendalam soal gimana trust issue bisa diam-diam jadi bom waktu dalam hubunganmu. Kita bakal kupas dari akarnya, efeknya, sampai gimana caranya menghadapinya secara bijak.

Kalau kamu pengen punya hubungan yang sehat, langgeng, dan bahagia, yuk simak baik-baik. Ini bukan cuma soal percaya sama pasangan, tapi soal berdamai dengan luka dalam diri sendiri.


Apa Itu Trust Issue dalam Hubungan?

Definisi trust issue dari sudut pandang psikologi

Secara psikologis, trust issue dalam hubungan adalah kondisi ketika seseorang kesulitan untuk mempercayai pasangannya, bahkan saat tidak ada alasan logis untuk meragukan. Trust issue ini bisa terbentuk dari pengalaman buruk sebelumnya—diselingkuhi, dibohongi, atau bahkan ditinggalkan tanpa penjelasan.

Tapi jangan salah, trust issue bukan cuma soal diselingkuhi, ya. Bisa juga karena trauma masa kecil, seperti orang tua yang nggak konsisten atau terlalu sering memarahi tanpa alasan. Semua itu ngasih sinyal ke otak kita bahwa “orang lain nggak bisa dipercaya.”

Menurut banyak psikolog, trust issue sering berkaitan erat dengan attachment style, khususnya anxious dan avoidant. Orang dengan anxious attachment cenderung butuh kepastian terus-menerus, sedangkan yang avoidant justru menjauh begitu merasa terlalu dekat. Dua-duanya sama-sama punya masalah kepercayaan, tapi cara ekspresinya berbeda.

Yang bahaya, trust issue ini bisa jadi “invisible wound.” Artinya, kita sering nggak sadar bahwa masalah yang kita alami sekarang (seperti sering ribut sama pasangan) ternyata punya akar di masa lalu yang belum selesai.

Ciri-ciri umum trust issue yang sering diabaikan

Nah, biar kamu bisa ngecek kondisi hubunganmu sendiri, ini beberapa tanda trust issue yang sering banget terjadi tapi dianggap wajar:

  • Selalu merasa pasangan menyembunyikan sesuatu.
  • Mengecek HP pasangan diam-diam.
  • Merasa cemas saat pasangan tidak segera membalas pesan.
  • Punya kecenderungan untuk tes pasangan dengan drama kecil.
  • Susah percaya meskipun pasangan sudah menjelaskan.

Kelihatannya sepele, tapi kalau dibiarkan terus, bisa jadi bom waktu. Lama-lama pasangan merasa terkekang dan nggak dihargai. Akhirnya, hubungan jadi dingin dan penuh konflik.

Kalau kamu merasa beberapa tanda di atas relate banget, jangan buru-buru menyalahkan dirimu. Artikel ini bukan buat menghakimi, tapi buat bantu kamu memahami, menerima, dan pelan-pelan menyembuhkan.


Mengapa Trust Issue Bisa Timbul?

Pengalaman masa lalu yang menyakitkan

Salah satu penyebab utama trust issue dalam hubungan adalah luka dari masa lalu. Mungkin kamu pernah dikhianati, dibohongi, atau ditinggalkan tanpa alasan yang jelas. Luka itu menanamkan rasa takut yang dalam. Dan otak kita bekerja sangat cerdas untuk melindungi diri—jadi, kita jadi lebih waspada dan curiga agar tidak tersakiti lagi.

Tapi masalahnya, sistem perlindungan ini kadang berlebihan. Bukannya menjaga, malah membuat kita susah percaya sama siapa pun. Misalnya, kamu pernah diselingkuhi. Di hubungan berikutnya, kamu jadi overthinking terus tiap pasanganmu deket sama lawan jenis. Padahal dia nggak salah apa-apa.

Kondisi ini disebut trauma bonding, dan bisa berakar dalam banget. Kadang kita nggak sadar bahwa respon kita ke pasangan sekarang sebenarnya adalah reaksi dari luka masa lalu. Kita bukan merespon “pasangan kita,” tapi “bayangan dari orang yang pernah menyakiti kita.”

Kalau kamu merasa ini yang kamu alami, penting banget untuk stop sejenak, evaluasi, dan tanya ke diri sendiri: “Apakah aku sedang merespon pasangan, atau luka masa laluku?”

Pola asuh dan trauma masa kecil

Trust issue juga bisa muncul dari cara kita dibesarkan. Misalnya, kalau orang tua kita sering nggak konsisten—bilang A tapi melakukan B—kita tumbuh dengan rasa tidak aman. Kita belajar bahwa kata-kata orang dewasa tidak bisa diandalkan. Nah, pola ini terbawa sampai dewasa dan bikin kita sulit percaya pada pasangan.

Contoh lainnya, kalau waktu kecil kamu sering dimarahi karena bertanya, kamu mungkin belajar untuk memendam dan tidak terbuka. Akibatnya, saat dewasa, kamu sulit mengomunikasikan perasaan. Tapi dalam hati, kamu ingin pasangan bisa “mengerti” tanpa kamu harus bicara. Ketika mereka gagal menebak, kamu merasa kecewa. Ini adalah trust issue dalam bentuk lain—kurangnya keyakinan bahwa pasangan bisa mendengarkan dan memahami kamu.

Kurangnya komunikasi yang sehat

Nggak semua trust issue berakar dari trauma berat. Kadang, masalah komunikasi yang buruk juga bisa memicu ketidakpercayaan. Misalnya, pasanganmu cuek dan nggak banyak bicara soal aktivitas hariannya. Lama-lama kamu mulai bertanya-tanya: “Sebenernya dia lagi ngapain sih? Kok kayaknya nutupin sesuatu?”

Padahal bisa jadi dia cuma tipe orang yang pendiam. Tapi karena tidak dikomunikasikan sejak awal, kamu jadi nebak-nebak. Dan tebak-tebakan ini, lama-lama berubah jadi asumsi negatif. Ini alasan kenapa komunikasi yang terbuka dan jujur itu penting banget dalam menjaga kepercayaan.

Dampak Trust Issue pada Hubungan Romantis

Munculnya rasa cemas dan overthinking

Trust issue dalam hubungan bisa bikin kita terus-menerus merasa cemas. Bahkan saat pasangan cuma lagi sibuk kerja dan lupa balas pesan, kita langsung mikir yang macam-macam. “Jangan-jangan dia lagi sama orang lain?” atau “Dia bosen kali sama aku?”

Overthinking ini bikin hubungan jadi tegang dan nggak sehat. Karena kita sendiri yang merasa cemas, akhirnya jadi nyari pembenaran buat perasaan itu. Kita mulai cari-cari kesalahan pasangan. Mungkin mulai dari hal kecil—kayak telat bales chat—tapi lama-lama bisa makin besar.

Ini bukan cuma merusak hubungan, tapi juga mental kamu sendiri. Karena cemas terus, kamu jadi gampang stres, capek emosional, dan kehilangan rasa aman dalam hubungan. Akhirnya, kepercayaan makin tipis, dan kamu malah makin jauh dari pasangan.

Yang lebih parah, overthinking ini bisa jadi spiral tanpa ujung. Satu pikiran negatif kecil bisa berkembang jadi asumsi yang panjang banget. Dan karena kita percaya sama pikiran itu, bukan fakta, akhirnya kita bersikap seolah asumsi itu benar. Padahal… bisa aja salah besar.

Terjadinya konflik yang terus berulang

Trust issue sering jadi akar dari konflik berulang dalam hubungan. Misalnya, kamu sering nuduh pasangan bohong atau menyembunyikan sesuatu, padahal nggak ada bukti. Ini bukan cuma bikin dia capek, tapi juga bisa bikin dia ngerasa nggak dihargai.

Konflik yang berulang karena trust issue biasanya punya pola yang sama: kamu merasa tidak aman, kamu bertanya (dengan nada penuh kecurigaan), pasangan merasa diserang, dia defensif, kamu makin curiga, dia makin menjauh. Dan begitu terus.

Tanpa disadari, kamu dan pasangan terjebak dalam siklus yang merusak. Bahkan kalau kalian saling sayang, siklus ini bisa bikin hubungan terasa melelahkan. Dan ketika lelah sudah mengalahkan cinta, hubungan bisa berakhir… bukan karena nggak saling cinta, tapi karena saling capek.

Makanya, penting banget untuk menyadari bahwa konflik yang terus berulang bukan cuma soal pasangan salah, tapi juga bisa karena trust issue yang belum sembuh. Kuncinya bukan cari siapa yang benar, tapi cari apa yang belum disembuhkan.

Hilangnya keintiman emosional

Hubungan yang sehat butuh dua hal: kepercayaan dan kedekatan emosional. Nah, trust issue bisa ngerusak keduanya. Ketika kamu curiga terus, pasangan akan mulai menjaga jarak. Bukan karena dia nggak sayang, tapi karena dia capek dituduh terus-menerus.

Lama-lama, komunikasi jadi dingin. Nggak ada lagi obrolan hangat sebelum tidur. Nggak ada pelukan yang tulus. Yang ada cuma pertanyaan penuh curiga, dan jarak yang makin terasa. Kedekatan emosional yang dulu bikin kalian saling terhubung, perlahan memudar.

Kamu juga jadi lebih tertutup. Karena takut dikhianati, kamu menahan diri buat cerita hal-hal pribadi. Akhirnya, kamu dan pasangan kayak dua orang asing yang hidup berdampingan, tapi nggak saling menyentuh hati.

Kehilangan keintiman emosional ini sering jadi tanda awal hubungan mulai retak. Makanya, sebelum terlambat, penting banget untuk mengidentifikasi trust issue dan ngobrolin dengan pasangan dengan cara yang sehat.


Trust Issue Tidak Selalu Salah Pasanganmu

Self-sabotage: Saat kamu sendiri yang merusak kepercayaan

Ini agak pahit, tapi kadang trust issue dalam hubungan justru datang dari diri sendiri, bukan dari pasangan. Kita punya luka lama yang belum sembuh, tapi kita berharap pasangan bisa menyembuhkan itu semua. Ketika dia gagal, kita langsung bilang, “Tuh kan, dia nggak bisa dipercaya.”

Fenomena ini disebut self-sabotage. Kita sebenarnya pengen hubungan yang sehat dan penuh cinta, tapi secara nggak sadar, kita merusaknya sendiri karena rasa takut. Takut ditinggalin, takut disakiti, takut kecewa.

Makanya kita jadi overprotective, posesif, atau terlalu curiga. Dan karena perilaku kita itu, pasangan jadi nggak nyaman. Akhirnya dia menjauh, dan kita merasa terbukti: “Dia memang nggak bisa dipercaya.” Padahal… kita sendiri yang bikin dia menjauh.

Sadarkah kamu, bahwa cara kita melihat dunia sangat dipengaruhi oleh pengalaman masa lalu? Kalau kita belum selesai berdamai dengan masa lalu, kita cenderung melihat semuanya lewat lensa trauma. Dan itu bisa bikin kita salah paham terhadap orang yang sebenarnya tulus.

Mengakui bahwa trust issue ada dalam diri sendiri bukan berarti kamu salah atau lemah. Justru itu langkah pertama untuk mulai menyembuhkan dan memperbaiki hubunganmu.

Proyeksi luka lama ke pasangan sekarang

Kamu pernah disakiti oleh mantan? Mungkin kamu diselingkuhi, ditinggalin tanpa penjelasan, atau dibohongi berkali-kali. Luka itu bikin kamu jadi defensif. Dan sayangnya, luka itu sering banget diproyeksikan ke pasangan yang sekarang.

Artinya, kamu memperlakukan pasanganmu sekarang seolah-olah dia adalah orang yang menyakitimu dulu. Kamu jadi curiga padahal dia nggak ngapa-ngapain. Kamu marah karena dia telat balas pesan, karena dulu kamu pernah ditinggalin dengan cara yang sama.

Padahal, pasanganmu yang sekarang bukan orang yang menyakitimu dulu. Tapi kalau kamu terus-terusan melihatnya lewat kaca mata luka lama, kamu nggak akan pernah bisa benar-benar percaya padanya.

Proyeksi ini bisa menghancurkan hubungan pelan-pelan. Karena pasanganmu akan merasa nggak pernah cukup. Apa pun yang dia lakukan, kamu tetap curiga. Dan itu bisa bikin dia merasa nggak dihargai.

Kalau kamu merasa ini terjadi, coba ambil waktu untuk refleksi. Tanyakan ke diri sendiri: “Apakah aku benar-benar melihat dia sebagai dirinya? Atau aku melihat dia sebagai bayangan dari masa lalu?”


Apakah Kamu Mengalami Trust Issue? (Checklist Praktis)

Tes singkat mengenali trust issue pada diri sendiri

Coba jawab jujur beberapa pertanyaan di bawah ini:

  1. Apakah kamu sering mengecek HP pasangan diam-diam?
  2. Apakah kamu merasa cemas jika dia tidak memberi kabar dalam beberapa jam?
  3. Apakah kamu pernah mengetes pasangan dengan cara pura-pura marah hanya untuk melihat reaksinya?
  4. Apakah kamu sering mengira pasangan sedang menyembunyikan sesuatu meski tanpa bukti?
  5. Apakah kamu merasa sulit membuka diri sepenuhnya karena takut disakiti?

Kalau kamu menjawab “YA” untuk 3 atau lebih dari 5 pertanyaan di atas, kemungkinan besar kamu sedang berhadapan dengan trust issue dalam hubungan. Tapi jangan khawatir, kamu nggak sendiri. Banyak orang juga mengalami hal yang sama, dan kabar baiknya: trust issue bisa disembuhkan.

Apa yang harus kamu lakukan jika checklist ini cocok semua?

Langkah pertama: jangan panik. Menyadari ada trust issue bukan berarti kamu rusak atau nggak layak dicintai. Justru ini adalah titik balik. Kesadaran adalah awal dari penyembuhan.

Langkah kedua: mulai belajar untuk membedakan mana yang fakta dan mana yang asumsi. Ini penting banget. Karena trust issue biasanya tumbuh subur di tanah asumsi dan ketakutan. Kalau kamu bisa mulai menantang pikiranmu sendiri, kamu sudah satu langkah lebih dekat ke kepercayaan yang sehat.

Langkah ketiga: komunikasikan ke pasangan dengan jujur, tanpa menyalahkan. Katakan bahwa kamu sedang berproses untuk belajar percaya, dan kamu butuh dukungannya. Pasangan yang baik akan memahami dan ikut membantu proses penyembuhan itu.

Dan terakhir, kalau trust issue sudah terasa berat banget, jangan ragu untuk minta bantuan profesional. Konselor atau psikolog bisa bantu kamu menemukan akar masalah dan menyelesaikannya dari dalam.

Cara Menghadapi Trust Issue dalam Hubungan

Mulai dari komunikasi terbuka dan jujur

Banyak hubungan yang hancur bukan karena masalah besar, tapi karena dua orang yang saling mencintai… enggan bicara dari hati ke hati. Padahal, cara paling ampuh untuk mulai menyembuhkan trust issue adalah dengan komunikasi yang jujur dan terbuka.

Jangan simpan semuanya di dalam. Jangan berharap pasangan akan mengerti hanya dengan “kode.” Bicaralah. Ceritakan dengan tenang tentang apa yang kamu rasakan. Nggak usah malu mengakui bahwa kamu merasa cemas atau takut dikhianati. Kamu manusia, dan manusia punya emosi. Dan, percaya deh, pasangan yang benar-benar sayang akan lebih memilih mendengar kekhawatiranmu daripada terus-terusan disalahpahami.

Tapi ingat, komunikasi yang sehat bukan sekadar “curhat.” Jangan jadikan obrolan sebagai momen menuduh atau menyalahkan. Pakai bahasa yang menunjukkan perasaan, bukan tuduhan. Misalnya: “Aku merasa nggak aman kalau kamu lama nggak ngabarin,” bukan “Kamu pasti lagi ngapain sama yang lain, ya!”

Intinya: kamu dan pasangan itu satu tim. Bukan dua pihak yang saling curiga. Kalau bisa saling terbuka dan mendengarkan, trust issue bukan lagi penghalang, tapi jembatan untuk tumbuh bersama.

Latih diri untuk memisahkan masa lalu dan masa kini

Ini PR terbesar buat kamu yang pernah disakiti di masa lalu: belajar memisahkan apa yang sudah berlalu dengan apa yang sedang terjadi sekarang. Gampang? Nggak. Tapi bisa? Sangat bisa.

Setiap kali kamu mulai curiga tanpa alasan, tanya ke diri sendiri: “Apakah ini fakta atau hanya bayangan dari luka masa lalu?” Latih diri untuk hadir sepenuhnya di masa kini. Ingatkan dirimu bahwa pasanganmu sekarang bukan orang yang menyakitimu dulu.

Kalau perlu, tulis di jurnal atau catatan pribadi setiap kali kamu mulai merasa cemas. Dengan begitu, kamu bisa melihat pola dan belajar mengelola emosi. Trust issue bukan musuh yang harus dibasmi dalam semalam. Tapi ibarat luka, dia bisa sembuh kalau kamu rawat dengan sabar dan penuh kasih.

Berani membuka ruang untuk terapi atau bantuan profesional

Kalau trust issue sudah terlalu berat, jangan ragu cari bantuan dari psikolog, konselor, atau terapis hubungan. Serius deh, kadang kita butuh pihak ketiga yang netral untuk bantu kita memahami apa yang sebenarnya sedang terjadi di dalam diri.

Terapi bukan berarti kamu “gila” atau “bermasalah.” Justru terapi adalah langkah berani dari orang yang ingin tumbuh. Dan kalau kamu bisa memperbaiki hubunganmu dengan dirimu sendiri, kamu juga akan memperbaiki hubunganmu dengan orang lain.

Banyak pasangan yang berhasil melewati badai trust issue karena mereka mau belajar dan berani cari bantuan. Jadi, jangan merasa gagal kalau kamu butuh bantuan. Yang penting, kamu mau berubah dan memperjuangkan hubunganmu.


Apa yang Bisa Dilakukan Pasangan Jika Kamu Punya Trust Issue?

Pasangan juga harus ikut berkontribusi membangun kepercayaan

Punya trust issue bukan cuma tugas satu orang. Pasangan juga harus ikut berperan aktif. Kalau kamu tahu pasanganmu sedang berjuang membangun kepercayaan, jangan cuek. Justru tunjukkan bahwa kamu bisa diandalkan.

Gimana caranya? Mulai dari hal-hal kecil: konsisten memberi kabar, jujur walau tentang hal sepele, dan sabar saat pasanganmu overthinking. Sering-sering ajak ngobrol dari hati ke hati. Tanyakan: “Apa yang bikin kamu merasa nggak aman?” dan dengarkan tanpa defensif.

Karena trust itu kayak tanaman. Butuh waktu, perhatian, dan konsistensi buat tumbuh. Dan itu nggak bisa dilakukan sendirian.

Bangun rutinitas kecil yang bisa memperkuat kepercayaan

Pasangan bisa bantu proses healing dengan bikin ritual atau rutinitas sederhana. Misalnya, selalu saling ngabarin pagi dan malam, punya waktu ngobrol khusus tiap minggu, atau sepakat buat terbuka soal jadwal dan aktivitas.

Rutinitas ini bukan buat mengontrol, tapi untuk menciptakan rasa aman. Ketika pasangan merasa aman, trust issue akan perlahan reda. Karena trust dibangun dari kebiasaan kecil yang terus-menerus, bukan dari janji-janji besar yang cuma diucapkan sekali.


Kesimpulan: Trust Issue Bukan Akhir, Tapi Awal dari Pemulihan

Trust issue bisa merusak hubungan, iya. Tapi dia juga bisa jadi awal dari pertumbuhan dan penyembuhan, kalau kamu mau menghadapinya. Masalahnya bukan pada perasaan takut atau curiga itu sendiri—semua orang pasti pernah mengalaminya. Tapi pada bagaimana kamu menyikapinya.

Jangan tunggu sampai pasanganmu pergi karena lelah disalahpahami. Jangan biarkan luka lama menentukan masa depanmu. Ambil kendali, mulai dari komunikasi jujur, hadir di masa kini, dan bila perlu, cari bantuan profesional.

Ingat, kamu layak dicintai. Dan hubunganmu layak diperjuangkan. Trust issue dalam hubungan bisa disembuhkan—asal kamu dan pasangan mau bekerja sama.


Pertanyaan Umum (FAQ)

1. Apa itu trust issue dalam hubungan?

Trust issue adalah kesulitan untuk percaya pada pasangan, seringkali disebabkan oleh pengalaman buruk di masa lalu, komunikasi yang kurang sehat, atau trauma masa kecil.

2. Bagaimana cara tahu kalau aku punya trust issue?

Jika kamu sering curiga tanpa alasan jelas, cemas berlebihan, atau merasa pasangan menyembunyikan sesuatu, besar kemungkinan kamu sedang mengalami trust issue.

3. Bisakah trust issue disembuhkan tanpa terapi?

Bisa, asal kamu dan pasangan mau berkomunikasi dengan jujur dan konsisten. Tapi kalau trust issue sudah mengganggu banget, bantuan profesional akan sangat membantu.

4. Apa yang harus dilakukan kalau pasangan punya trust issue?

Bantu dia merasa aman, jangan defensif, dan bangun kepercayaan lewat tindakan nyata. Tunjukkan bahwa kamu bisa diandalkan dan konsisten.

5. Apakah semua orang punya trust issue?

Nggak semua, tapi hampir semua orang pernah mengalami bentuk kecil dari trust issue. Yang penting adalah bagaimana kita menyikapinya dan nggak membiarkannya mengontrol hidup.

Rekomendasi Artikel Lainnya

Baca juga: 7 Tips Hubungan Suami Istri yang Baik dan Harmonis